Belajar Dari Ibrahim
Idul adha, suatu hari yang bersejarah bagi umat Islam, karena pada hari itu terjadi peristiwa yang menjadi awal dari ibadah qurban, yaitu peristiwa puncak dari sederet aksi-aksi kepahlawanan Nabi Ibrahim dan keluarganya yang telah tercatat dalam sejarah manusia maupun sejarah malaikat.
Seluruh kisah perjalanan Nabi Ibrahim selalu dipenuhi dengan aksi-aksi kepahlawanan. Dimulai dari Ibrahim kecil/bayi yang mampu bertahan hidup walau hanya tinggal didalam gua sendirian. Ketika beranjak dewasa, jiwa filsafatnya mulai tumbuh, ia mulai bertanya-tanya dalam hati tentang siapakah tuhannya? Ia pernah menyangka bulan, bintang dan matahari adalah tuhan tetapi jiwa kritisnya berkata tidak mungkin tuhan semesta alam terbit dan tenggelam pada pagi dan sore. Akhirnya dia mengetahui bahwa Allah lah tuhan semesta alam. Maka begitu melihat kaumnya menyembah patung-patung dia segera menghancurkan patung-patung tersebut yang membuat Raja Namrud murka dan memerintahkan untuk membakar Ibrahim hidup-hidup dengan rahmat Allah Ibrahim pun selamat.
Dan puncak kepahlawanan Ibrahim adalah ketika ia bermimpi bahawa Allah memerintahkannya untuk menyembelih anaknya sendiri, Ismail. Mimpi itu terjadi berulang-ulang kali sampai Ibrahim yakin bahwa mimpinya benar-benar datang dari Allah. Pada saat itu keimanan seorang Ibrahim benar-benardiuji antara mentaati perintah Rabbnya atau mengingkarinya. Akhirnya Ibrahim memenangkan pertarungan batinnya dengan memilih mengorbankan anaknya demi perintah Illahi, yang bagi manusia-manusia biasa adalah sebuah pilihan ‘gila’.
Setelah menceritakan mimpinya itu kepada ismail, maka Ismail pun menjawab “wahai ayah ku, sekiranya benar bahwa itu adalah perintah Allah maka laksanakanlah, niscaya engkau akan mendapati aku termasuk golongan orang yang bersabar”. Itulah jawaban Ismail, jawaban yang hanya dimiliki oleh manusia pahalwan yang mempunyai jiwa kepahlawanan dan semangat pengorbanan yang tinggi.
Begitulah Ibrahim mengajarkan kepada kita, ia telah berhasil membina sebuah keluarga pahlawan. Maka pantaslah bila ia mendapat gelar ‘Abbul Anbiya’ Bapak para nabi.
Sabtu, 03 November 2007
MUHAMMAD ALFATIH
Muhammad Al-Fatih
Salah satu khalifah dari kerajaan Turki Ustmani ini lahir pada tanggal 20 April 1429 M atau bertepatan dengan tanggal 28 Rajab 833 H. Lahir sebagai putra ketiga Sultan Murab II, Muhammad tidak pernah dipersiapkan atau diperkirakan menjadi putera mahkota. Muhammad baru ditetapkan sebagai putera mahkota setelah kematian dua kakak lelakinya dalam usia muda.
Muhammad kecil pada awal pendidikannya termasuk anak yang manja dan enggan belajar, setelah ayahnya menghadirkan seorang Ulama Kurdi menjadi gurunya yaitu Syeikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani ia mulai belajar dengan serius. Selain dengan Ahmad Al-Kurani, Muhammad juga belajar dari Syeikh Ibnu Al-Tamjid seorang ahli syair yang menguasai bahasa Arab dan Persia, Syeikh Khairuddin dan Syeikh Sirajudin Al-Habi dan lainnya. Belakangan ada seorang Syeikh lagi, yaitu Aag Syamsudin yang bersama-sama Al-Kurani merupakan dua orang Syeikh yang paling berpengaruh dan paling dipercaya oleh Sultan Muhammad Al-Fatih.
Dari mereka, Muhammad Muda belajar ilmu. Ilmu agama, bahasa, keterampilan, fisik, geografi, falak dan sejarah. Dalam pelajaran sejarah, ia juga mempelajari biografi tokoh-tokoh Eropa seperti Kaisar Agustus, Constantine The Great, Theodosius The Great, Timur Lang dan ia terkesan dengan kisah Iskandar Agung dari Macedonia.
Muhammad tumbuh menjadi pemuda cerdas yang keras kemauan dan serius dalam mewujudkan keinginannya (visinya) terutama visi untuk menaklukan Konstatinopel pada saat menjadi sultan pertama kali yaitu pada usia 12 tahun tapi akibat instabilitas politik negerinya serta keberadaan Muhammad yang masih muda mengharuskan Murad II kembali memimpin. Setelah ayahnya meninggal Muhammad kembali diangkat menjadi sultan pada usia 21 tahun.
Muhammad melanjutkan kembali visinya untuk menaklukan Konstatinopel visi ini tentu tidak muncul begitu saja.
Sejak kecil ia telah mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadist Rosul SAW. Diantara hadist yang disampaikan secara berulang-ulang kepada beliau pada masa kecilnya adalah hadist yang berisi ramalan Rosul tetntang penaklukan kota tersebut sebagai berikut: “Konstatinopel akan jatuh ketangan Islam. Pemimpin yang menaklukannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada dibawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR. Ahmad bin Hanbal musnadnya). Syeikh Aaq Syamsudin adalah guru yang paling besar pengaruhnya terhadap Muhammad dalam persoalan ini. Bahkan dapat dikatakan Syeikh Syamsudin telah mengisyaratkan pada Muhammad kecil bahwa dirinyalah yang dimaksud hadist tersebut.
Dan kenyataan, ramalan Rosul pun terbukti. Sultan muda dari kerajaan Turki Ustmani ini berhasil menuntaskan amanat Rosul sekaligus mimpi umat Islam selama delapan abad. Kota yang dikelilingi oleh laut dan terletak persis diantara Benua Asia dan Eropa ini dianggap sebagai kota yang paling strategis di dunia bahkan dikatakan bahwa sekiranya dunia ini berbentuk satu kerajaan maka Konstatinopel akan menjadi kota yang paliang cocok untuk menjadi ibu kotanya.
Setelah ditaklukan nama Konstatinopel diubah menjadi Islambul yang berarti “Kota Islam”, tapi kemudian penyebutan ini bergeser menjadi Istambul seperti yang biasa kita dengar sekarang. Sejak saat itu ibu kota Turki Ustmani beralih ke kota ini yang kemudian menjadi pusat peradaban Islam selama beberapa abad. Muhammad sendiri pada saat itu mendapat gelar “Al-Fatih” atau The Conqueror, Sang Penakluk.
Beliau merupakan seseorang yang sangat mencintai jihad. Sebagian hidupnya dihabiskan diatas kudanya. Hampir seluruh perjalanan jihad tentaranya ia pimpin secara langsung. Bahkan ia tetap berangkat berjihad kendati sedang menderita suatu penyakit. Hal ini, menjadi perjalanan jihadnya yang terakhir.
Penyakitnya itu kemudian merenggut nyawanya sebelum pasukan sempat mencapai sasaran jihadnya. Beliau syahid ditengah niat dan perjalanan untuk menegakkan jihad fi sabilillah tepatnya pada tanggal 4 Mei 1481 pada umur 52 tahun.
Beliau seseungguhnya tidak hanya berperan besar dalam hal perluasan wilayah Islam, tetapi juga dalam menata negerinya menjadi negeri yang sangat maju. Ia secara serius melakukan banyak perbaikan dalam hal perekonomian, pendidikan dan lain-lain. Ia membangun Istambul menjadi pusat pemerintahan yang sangat indah dan maju disamping sebagai bandar ekonomi yang sukses. Muhammad Al-Fatih adalah pemimpin yang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Beliau selalu berusaha mendengarkan keluhan-keluhan rakyatnya. Sering kali ia turun kejalan untuk mengamati kondisi rakyatnya secara langsung.
Itulah sekilas perjalanan hidup Muhammad Al-Fatih yang telah memeperlihatkan semangat jihad tinggi serta pribadi yang mulia.
Salah satu khalifah dari kerajaan Turki Ustmani ini lahir pada tanggal 20 April 1429 M atau bertepatan dengan tanggal 28 Rajab 833 H. Lahir sebagai putra ketiga Sultan Murab II, Muhammad tidak pernah dipersiapkan atau diperkirakan menjadi putera mahkota. Muhammad baru ditetapkan sebagai putera mahkota setelah kematian dua kakak lelakinya dalam usia muda.
Muhammad kecil pada awal pendidikannya termasuk anak yang manja dan enggan belajar, setelah ayahnya menghadirkan seorang Ulama Kurdi menjadi gurunya yaitu Syeikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani ia mulai belajar dengan serius. Selain dengan Ahmad Al-Kurani, Muhammad juga belajar dari Syeikh Ibnu Al-Tamjid seorang ahli syair yang menguasai bahasa Arab dan Persia, Syeikh Khairuddin dan Syeikh Sirajudin Al-Habi dan lainnya. Belakangan ada seorang Syeikh lagi, yaitu Aag Syamsudin yang bersama-sama Al-Kurani merupakan dua orang Syeikh yang paling berpengaruh dan paling dipercaya oleh Sultan Muhammad Al-Fatih.
Dari mereka, Muhammad Muda belajar ilmu. Ilmu agama, bahasa, keterampilan, fisik, geografi, falak dan sejarah. Dalam pelajaran sejarah, ia juga mempelajari biografi tokoh-tokoh Eropa seperti Kaisar Agustus, Constantine The Great, Theodosius The Great, Timur Lang dan ia terkesan dengan kisah Iskandar Agung dari Macedonia.
Muhammad tumbuh menjadi pemuda cerdas yang keras kemauan dan serius dalam mewujudkan keinginannya (visinya) terutama visi untuk menaklukan Konstatinopel pada saat menjadi sultan pertama kali yaitu pada usia 12 tahun tapi akibat instabilitas politik negerinya serta keberadaan Muhammad yang masih muda mengharuskan Murad II kembali memimpin. Setelah ayahnya meninggal Muhammad kembali diangkat menjadi sultan pada usia 21 tahun.
Muhammad melanjutkan kembali visinya untuk menaklukan Konstatinopel visi ini tentu tidak muncul begitu saja.
Sejak kecil ia telah mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadist Rosul SAW. Diantara hadist yang disampaikan secara berulang-ulang kepada beliau pada masa kecilnya adalah hadist yang berisi ramalan Rosul tetntang penaklukan kota tersebut sebagai berikut: “Konstatinopel akan jatuh ketangan Islam. Pemimpin yang menaklukannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada dibawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR. Ahmad bin Hanbal musnadnya). Syeikh Aaq Syamsudin adalah guru yang paling besar pengaruhnya terhadap Muhammad dalam persoalan ini. Bahkan dapat dikatakan Syeikh Syamsudin telah mengisyaratkan pada Muhammad kecil bahwa dirinyalah yang dimaksud hadist tersebut.
Dan kenyataan, ramalan Rosul pun terbukti. Sultan muda dari kerajaan Turki Ustmani ini berhasil menuntaskan amanat Rosul sekaligus mimpi umat Islam selama delapan abad. Kota yang dikelilingi oleh laut dan terletak persis diantara Benua Asia dan Eropa ini dianggap sebagai kota yang paling strategis di dunia bahkan dikatakan bahwa sekiranya dunia ini berbentuk satu kerajaan maka Konstatinopel akan menjadi kota yang paliang cocok untuk menjadi ibu kotanya.
Setelah ditaklukan nama Konstatinopel diubah menjadi Islambul yang berarti “Kota Islam”, tapi kemudian penyebutan ini bergeser menjadi Istambul seperti yang biasa kita dengar sekarang. Sejak saat itu ibu kota Turki Ustmani beralih ke kota ini yang kemudian menjadi pusat peradaban Islam selama beberapa abad. Muhammad sendiri pada saat itu mendapat gelar “Al-Fatih” atau The Conqueror, Sang Penakluk.
Beliau merupakan seseorang yang sangat mencintai jihad. Sebagian hidupnya dihabiskan diatas kudanya. Hampir seluruh perjalanan jihad tentaranya ia pimpin secara langsung. Bahkan ia tetap berangkat berjihad kendati sedang menderita suatu penyakit. Hal ini, menjadi perjalanan jihadnya yang terakhir.
Penyakitnya itu kemudian merenggut nyawanya sebelum pasukan sempat mencapai sasaran jihadnya. Beliau syahid ditengah niat dan perjalanan untuk menegakkan jihad fi sabilillah tepatnya pada tanggal 4 Mei 1481 pada umur 52 tahun.
Beliau seseungguhnya tidak hanya berperan besar dalam hal perluasan wilayah Islam, tetapi juga dalam menata negerinya menjadi negeri yang sangat maju. Ia secara serius melakukan banyak perbaikan dalam hal perekonomian, pendidikan dan lain-lain. Ia membangun Istambul menjadi pusat pemerintahan yang sangat indah dan maju disamping sebagai bandar ekonomi yang sukses. Muhammad Al-Fatih adalah pemimpin yang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Beliau selalu berusaha mendengarkan keluhan-keluhan rakyatnya. Sering kali ia turun kejalan untuk mengamati kondisi rakyatnya secara langsung.
Itulah sekilas perjalanan hidup Muhammad Al-Fatih yang telah memeperlihatkan semangat jihad tinggi serta pribadi yang mulia.
Langganan:
Postingan (Atom)